Celoteh Hati

Berisik, omdo, omong doang terkadang diremehkan, padahal hasil dari berisik atau omdo yang terus menerus tidak bisa disepelekan. Dari sekedar omdo, sesuatu yang biasa,, bisa jadi luar biasa. Yang seolah tak mungkin, bisa menjadi nyata, dengan ijin Allah tentunya. Dari the power of berisik para netizen bisa membuat rektor UI aljirnya meninggalkan jabatannya yang kedua di sebuah BUMN ternama. Dari the power of berisik para pengemban dakwah, akhirnya kini semakin banyak muslimah yang berpakaian syar'i. Karena the power of berisik para aktifis dakwah, opini khilafah kini menggema diseluruh negeri. Maka terusnya berisik, bersuara, selama itu adalah kebaikan, dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar. Kita tidak akan tahu perubahan besar apa yang akan terjadi.

Jika kita perhatikan, hukum bagi maling ayam dengan hukum bagi pelaku korupsi tidak sama perlakuannya. Inilah bukti bahwa manusia tidak mampu membuat hukum sendiri. Banyak cacat dan menimbulkan perselisihan. Jadi, hukum siapakan yang paling benar?

Siapa yang tidak mau mendapatkan pahala yang tak ada habisnya, terus mengalir, bertambah dan bertambah. Bagaimana kita bisa mendapatkan itu? Meraih multilevel pahala?

Ibu adalah madrasatul 'ula, sekolah pertama bagi anak-anaknya. Fitrah yang hari ini telah luntur terkubur sistem sekuler kapitalisme yang menggerus nilai-nilai islam yang kaffah. Hingga dalam mendidik anakpun tidak jauh dari motivasi sukses dari sisi materi, jabatan dan harta. Adalah tugas kita untuk mengembalikan fitrah itu. Mencetak generasi pemimpin yang bervisi jauh ke akhirat.

Pernah jatuh cinta? Bersyukurlah, karena itu fitrah yang begitu indah dan mulia yang Allah karuniakan kepada kita, hambaNya. Sebuah rasa yang seolah bisa mengubah dunia, menentukan nasib manusia, akankah bahagia atau sebaliknya. Benarkah sampai sedahsyat itu dampak dari rasa Cinta ? sebelum terlalu jauh kita terhipnotis dahsyatnya kekuatan Cinta, baiknya kita samakan dulu apa definisi Cinta. Karena definisi mempengaruhi opini, tertanam menjadi pola pikir dan kemudian terbentuk dalam perilaku. Jika menurut kita Cinta itu nafsu, maka setiap aktifitas kita dalam menanggapi dan menyikapi Cinta, tak akan jauh dari itu, nafsu. Pun jika kita memandang Cinta adalah pengorbanan, Cinta adalah dusta, atau definisi subyektif lainnya, maka opini dan sikap kita pun akan mengikuti. Ya, memang sangat subyektif, jika standar nya adalah definisi versi manusia. Adakah definisi Cinta yang benar-benar obyektif ? sehingga tak memicu penolakan ataupun perdebatan panjang tak berujung ?